25 September 2012

Kata Akhir dari Jakarta

Oleh FRANS OBON

Tahun depan (2013) beberapa kabupaten di Flores dan Lembata akan memilih bupati dan wakil bupati. Dinamika dan nuansa politik pemilihan umum kepala daerah (pemilukada) itu sudah mulai terasa. Beberapa partai telah melakukan proses politik. Ada partai yang membuka pendaftaran para kandidat. Ada partai yang telah mengadakan rapat kerja khusus di mana pengurus-pengurus partai pada tingkat bawah menyebutkan beberapa nama. Beberapa partai telah membentuk koalisi tapi belum berani menyebut figur. Pendek kata dalam beberapa bulan terakhir ini, kita sudah melihat manuver politik dari orang-orang yang punya keinginan bertarung dalam pemilukada.


Dari beberapa pengurus partai di tingkat lokal dan juga dari media kita mendapatkan informasi bahwa partai tertentu menggunakan lembaga survei untuk menentukan bakal calon yang mau diajukan partai. Partai yang melakukan dan mengandalkan survei adalah partai-partai besar. Survei dilakukan untuk mendapatkan gambaran riil mengenai tingkat elektabilitas bakal calon yang akan diajukan partai politik. Karena setiap partai politik ingin menang dalam pertarungan politik pemilukada di daerah. 

 Kemenangan pada pemilu tingkat lokal untuk pemilukada adalah juga penting bagi perjuangan dan kepentingan partai secara nasional. Makin banyak satu partai memenangkan pemilukada di setiap daerah di Indonesia, makin besar pula keuntungan yang akan diperoleh oleh partai politik bagi kemenangan pemilu nasional. Dengan demikian penentuan bakal calon pemilukada melalui lembaga survei telah menjadi strategi partai politik besar di Indonesia. Karena partai politik besar itu tidak mau kehilangan basis pemilihan di daerah-daerah baik dalam konteks pemilu legislatif maupun pemilu presiden. 

Tetapi di tingkat lokal kita juga melihat ada kesenjangan-kesenjangan tertentu di dalam proses penentuan bakal calon itu. Kita bertanya-tanya apakah calon-calon yang diajukan dalam kerja khusus partai tertentu sungguh merupakan hasil lembaga survei yang dibiayai partai politik atau lebih mencerminkan kegamangan politik di tingkat akar rumput? Sebab seharusnya figur yang dicalonkan oleh rapat kerja partai atau proses di tingkat bawah terutama kemunculan nama-nama tertentu mencerminkan tingkat elektabilitas tertentu berdasarkan hasil survei untuk satu periode tertentu. Tetapi kenyataannya tidak demikian. 

Fakta lain yang kita temukan dalam praktik politik lokal adalah kata akhir dari calon-calon yang akan diajukan partai untuk bertarung dalam pemilukada. Jakarta masih menjadi faktor penentu terakhir pencalonan seseorang. Restu Jakartalah yang paling menentukan sah atau tidaknya pencalonan seseorang. Rangkaian politik yang panjang ini bukan tanpa biaya politik. Inilah yang menyebabkan politik pemilukada menjadi sesuatu yang mahal. 

Karena calon harus memenangkan hati pengurus partai di tingkat lokal agar mesin partai bisa bekerja untuk kemenangan, tapi di pihak lain Jakarta menentukan dan merestui pencalonan seseorang. Inilah sebabnya juga koalisi yang terlalu gemuk seringkali memberi keruwetan tersendiri baik mengenai potensi konflik yang ditimbulkan terutama soal penentuan akhir pencalonan oleh Jakarta maupun dalam konteks biaya politik. 

Dengan demikian bukan hanya mahalnya ongkos pemilukada yang merupakan akibat dari rangkaian proses yang panjang ini, melainkan juga menjadikan pemilukada rawan terhadap konflik. Jakarta adalah pemegang palu akhir untuk menentukan kepengurusan partai di tingkat lokal. Pengurus partai yang bersikap berbeda dengan kehendak Jakarta sudah pasti diganti. Di dalam praktik politik semacam ini, partai di tingkat lokal sebagai mesin penggerak untuk kemenangan tidak dapat diandalkan sepenuhnya. Dan memang banyak calon dalam pemilukada sudah mengantisipasinya.

 Bentara, 20 April 2012

Tidak ada komentar: