12 Mei 2014

Pakta Integritas

Oleh Frans Obon

Bupati Sikka Yoseph Ansar Rera mendapat kesempatan kedua untuk memimpin Kabupaten Sikka, sebuah kabupaten yang seringkali mencitrakan dirinya sebagai barometer demokrasi di Nusa Tenggara Timur ( NTT) kendati klaim ini masih debatable (dapat diperdebatkan). Namun sebagaimana kabupaten lainnya di NTT, fakta menunjukkan bahwa kemajuan demokrasi itu tidak berjalan kompatibel dengan kemajuan ekonomi. Kabupaten Sikka masih harus berjuang melawan kemiskinan ekonomi dan belakangan masih harus berjuang pula  mengurangi kasus-kasus korupsi.

Bupati Yoseph Ansar Rera pernah menjabat Wakil Bupati Sikka mendampingi Bupati Alex Longginus (2004-2009). Kemudian keduanya berpisah. Lalu, pada Pemilukada 2013, keduanya bertarung hingga putaran kedua. Bupati Ansar Rera bersama Wakil Bupati Paulus Nong Susar memenangkan pertarungan ini dengan meraih 74.988 suara dari total suara sah 145.414 dan Alex Longginus dan Fransiskus Diogo Idong meraih 67.839 suara atau selisih 7.149 suara.

Dalam dua bulan pertama pada awal tahun 2014 ini, Bupati Ansar Rera melakukan dua hal penting terkait reformasi birokrasi di Kabupaten Sikka. Pertama, menegakkan disiplin para pegawai negeri sipil dengan memberi sanksi menahan gaji para pegawai dan kedua, para pejabat eselon II menandatangani pakta integritas yang intinya adalah proaktif mencegah dan memberantas korupsi serta tidak terlibat dalam perbuatan tercela, mengelola keuangan dan barang sesuai dengan ketentuan yang berlaku, menegakkan disiplin PNS, melaksanakan sistem pengawasan internal pemerintah pada setiap SKPD, tidak meminta atau  menerima pemberian  secara langsung dan tidak langsung berupa suap, hadiah atau bentuk lainnya yang berhubungan dengan tugas, dan menghindari konflik kepentingan dan bersikap transparan, jujur, objektif, dan akuntabel dalam melaksanakan tugas.

Penandatanganan pakta integritas seperti bukanlah spesifik Kabupaten Sikka. Di Kabupaten-kabupaten lainnya di Tanah Air juga sudah dilakukan hal serupa.  Tujuannya adalah agar birokrasi betul-betul bekerja berdasarkan aturan yang telah ditetapkan undang-undang dan sasarannya adalah seluruh energi birokrasi itu diabdikan untuk kepentingan dan kemajuan masyarakat.

Namun ideal ini seringkali gagal dicapai. Aparat birokrasi terutama esolon II jatuh pada godaan kekuasaan. Itulah yang membuat ada pertarungan kepentingan di dalam birokrasi itu sendiri. Kendati birokrasi itu tidak boleh berpolitik praktis, tetapi dalam kenyataannya, para pejabat eselon II di lingkungan pemerintah, dalam banyak hal,  selalu memperhitungkan kepentingan kekuasaan. Karena lima tahun berikutnya, mereka akan bertarung di dalam perebutan kekuasaan melalui Pemilukada. Karena pertarungan kepentingan itulah, birokrasi kita seringkali memilih kawan dan menyikut lawan. Hal ini pula mempengaruhi Bupati dan Wakil Bupati dalam menempatkan siapa dan di mana. Birokrasi adalah salah satu kaki yang bisa menopang kekuasaan.

Kita tidak ingin menggeneralisasi bahwa Bupati Ansar Rera dan Wakil Bupati Paulus Nong Susar akan jatuh ke dalam godaan yang sama dalam lima tahun kekuasaan mereka. Tetapi kita ingin mengingatkan bahwa godaan itu selalu ada dan manusiawi bahwa  kita sering cenderung memilih kawan dan menyingkirkan lawan. Karena kita memiliki perhitungan-perhitungan tertentu. Di situlah akar mengapa reformasi birokrasi itu cenderung gagal dan hanya menjadi gerakan awal pada sebuah pemerintah.

Pakta integritas yang ditandatangani eselon II itu luar biasa bagusnya. Sebab itulah akar masalah mengapa ratusan miliar dana yang kita peroleh dari tahun ke tahun kurang memberikan dampak signifikan pada kemajuan masyarakat terutama kemajuan ekonomi. Bupati Ansar Rera, dengan kekuasaan yang lebih besar, mendapatkan kesempatan kedua dan dia memulainya dengan benar. Tetapi apakah dia konsisten, komit melakukannya, itulah pertanyaan kita dan jawabannya kita akan dapatkan dalam lima tahun ke depan.

Bentara, 3 Februari 2014

Tidak ada komentar: